Warga
di Dusun Pareh, Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten
Bengkayang, Kalimantan Barat, melestarikan budaya kearifan lokal berupa
anyaman tikar berbahan pelepah bemban atau semacam daun pandan. Hasil
anyaman itu dijual ke Pasar Biawak, Malaysia. Warga Pareh memilih
menjual ke Malaysia karena hanya berjarak 15 kilometer dari kampung
mereka. Ibukota Kecamatan pun lebih jauh, harus ditempuh dengan empat
jam perjalanan menyusuri sungai dengan perahu. Selain lebih dekat,
Salbiah (55) yang menekuni keterampilan warisan ibunya ini sejak usia 15
tahun menyatakan harga yang didapat dari Malaysia juga lebih baik.
Anyaman tikar ini biasa dijual Rp 150 ribu per unit di Malaysia. Namun
untuk bisa masuk ke Malaysia, selalu ada yang meminta pungutan keamanan.
Salbiah lalu menjual anyaman itu pada seorang bandar, yang kemudian
memberi merek Malaysia pada anyaman itu. “Ya, boleh dikatakan diklaimlah anyaman kita itu sama Malaysia, mau diapakan coba," kata Salbiah.
Anyaman
ini pun sebenarnya mulai langka. Selain hanya ditekuni orang tua, bahan
baku pun semakin sulit diperoleh. Desi (45), seorang warga lainnya,
mengeluhkan sulitnya memperoleh bahan baku pelepah bemban karena lahan
tumbuhnya dibabat untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit. Desi dan
Salbiah merupakan dua di antara 100-an kepala keluarga di kampung Pareh
yang hidup rukun menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Namun,
meski meski berbahasa Indonesia dengan baik, warga Pareh tak menikmati
sajian informasi berita dan hiburan Indonesia. Lokasi kampung mereka
yang dekat dengan Malaysia membuat siaran radio dan televisi yang mereka
nikmati adalah dari Malaysia. Konsekuensinya, mereka lebih mengetahui
berita negeri jiran itu dibanding perkembangan ekonomi-politik negeri
sendiri. Kondisi yang terisolir juga membuat kebutuhan bahan pokok
mereka lebih banyak diperoleh dari kawasan Malaysia. Gas elpiji, mie
instan, gula dan sejenisnya diperoleh dari Malaysia. Sementara saluran
listrik dan air bersih belum ada. Untuk keperluan sehari hari
menggunakan air sungai di desa tersebut. Untuk transportasi, mereka
memakai akses darat dan sungai. Di Dusun Pareh terdapat fasilitas
pendidikan yaitu sekolah dasar. Namun jika hujan turun, sekolah pun
libur karena lokasinya dekat sungai. Masyarakat sudah berkali–kali
mengadu ke Pemerintah Kabupaten Bengkayang untuk memperbaiki situasi ini
namun belum terealisasi. Sebenarnya jalan lintas Pos Pemeriksaan Lintas
Batas (PPLB) Jagoi Babang dengan Malaysia segera dibangun untuk membuka
keterisoiasian. Sebuah akses jalan tembus sudah ada namun kondisi jalan
rusak parah, banyak lubang besar. Di sekitar jalan itu sudah tak ada
lagi hutan karena sudah habis dibabat, hanya tinggal tunas saja.
sumber
No comments:
Post a Comment